NTT
Home/ Where We Work/NTT


NTT
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki lanskap yang beragam, mulai dari pegunungan terjal, savana bergelombang, dataran kering, hingga kawasan pesisir. Kondisi geografis kepulauan di NTT menciptakan tantangan besar dalam transportasi dan akses layanan. Banyak bagian wilayahnya yang terisolasi dengan jalur darat yang terbatas atau transportasi laut. Menurut Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) nasional, NTT berada di peringkat ke-30 dari 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan kategori tingkat literasi rendah. Banyak sekolah di daerah terpencil kekurangan guru, fasilitas pendukung, serta bahan ajar yang memadai. Kesenjangan hasil belajar antar kabupaten menunjukkan bahwa meskipun ada keberhasilan di beberapa wilayah seperti Nagekeo, kabupaten lain seperti Sumba Barat masih tertinggal jauh. Tantangan ini diperparah oleh kurangnya kapasitas kepala sekolah, stigma terhadap pendidikan inklusif, serta rendahnya kesadaran akan isu-isu seperti perubahan iklim yang semakin berdampak pada kehidupan masyarakat.
Sorotan Program
Kurikulum dan Penilaian dan Praktik Pengajaran
Capaian literasi dan numerasi siswa di NTT menunjukkan disparitas yang mencolok antar wilayah. Di Kabupaten Sumba Barat, kurang dari 40% siswa Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi. Sementara itu, di Kabupaten Nagekeo, lebih dari 70% siswa SD negeri telah mencapai kompetensi minimum. Namun, untuk MI, capaian literasi bervariasi antara 40-70%, dan hanya kurang dari 40% siswa mencapai kompetensi numerasi.
INOVASI meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kurikulum, penilaian, dan praktik pengajaran:
Di Fase ketiga ini, dengan pendekatan ekosistem, INOVASI memperluas kolaborasi dengan 10 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan pemerintah daerah untuk memperkuat literasi, numerasi, dan pendidikan karakter.
Fase I (2016 – 2020): Di Pulau Sumba, INOVASI mengimplementasikan 10 program seperti Literasi Kelas Awal, Numerasi Kelas Awal, dan Pembelajaran Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu. Program ini melibatkan 129 SD/MI, 1.037 guru, dan mendistribusikan 71.948 buku bacaan anak. Dampaknya, literasi dasar siswa meningkat 150%, dengan 93% siswa mampu membaca dengan lancar.
Fase II (2020 – 2023): INOVASI mendukung implementasi Kurikulum Darurat dan Merdeka di masa pandemi, melatih guru untuk menggunakan pendekatan berbasis konteks lokal. Di Nagekeo, pemerintah daerah mengadopsi program Literasi Kelas Awal untuk seluruh SD/MI, melibatkan 228 guru dan berdampak pada 3.345 siswa.


Kepemimpinan Sekolah
Banyak kepala sekolah di daerah terpencil tidak memiliki keterampilan supervisi akademik yang memadai, sehingga berdampak pada efektivitas pengelolaan sekolah dan kemampuan mendukung guru dalam pengajaran.
INOVASI melaksanakan pelatihan Kepemimpinan Pembelajaran INOVASI mengembangkan modul pelatihan yang membahas peran sentral kepala sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Modul ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas kepala sekolah dalam supervisi akademik dan manajemen sekolah. Di Sumba Barat, pelatihan yang diberikan oleh INOVASI menghasilkan supervisi akademik 100% di semua SD mitra, menunjukkan peningkatan kapasitas kepala sekolah dalam memantau dan mendukung proses pembelajaran. INOVASI juga berperan dalam penyusunan Grand Design Pendidikan dan Kebudayaan NTT untuk periode 2020-2030, yang memberikan arah strategis bagi peningkatan kualitas pendidikan di provinsi ini. Dokumen ini menjadi panduan bagi kepala sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan yang efektif.
Kesetaraan Gender dan Inklusi
Banyak siswa menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa utama dalam kehidupan sehari-hari, namun sistem pendidikan nasional mengharuskan pembelajaran dan penilaian dilakukan dalam bahasa Indonesia. Ketidaksesuaian ini membuat siswa kesulitan memahami materi pelajaran, terutama di kelas awal, dan berdampak pada rendahnya capaian literasi dan numerasi mereka. Selain itu, akses pendidikan bagi anak penyandang disabilitas masih terbatas. Banyak sekolah kekurangan guru terlatih, fasilitas pendukung, dan sumber daya, sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan siswa. Stigma sosial dan kesalahpahaman tentang disabilitas semakin memperburuk tantangan ini, dengan banyak anak penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
INOVASI mengembangkan pendekatan pembelajaran berbasis multibahasa, di mana bahasa ibu digunakan sebagai bahasa transisi pada kelas awal. Pendekatan ini membantu siswa memahami materi dengan lebih baik sebelum mereka perlahan-lahan beralih menggunakan bahasa Indonesia. Pendekatan utama INOVASI meliputi Pembelajaran Multibahasa dengan menggunakan bahasa ibu sebagai transisi dalam kelas awal, membantu siswa memahami materi sebelum beralih ke bahasa Indonesia, Pelatihan Guru dan Penguatan Asesmen Berbasis Profil Belajar Siswa (PBS), Pendirian Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk memberikan dukungan teknis bagi sekolah inklusif di tingkat provinsi dan kabupaten.

